Senin, 03 Desember 2012

you


Seharusnya menjadi awal Desember yang persada.
Terpukau, tersentuh sampai terasa menusuk. Membaca mendengarkan rintihan hati mu, jiwa mu yang kosong di saat-saat sulitmu.
Keadaan ditinggal pergi, mengecewakan dan dikecewakan, kehilangan. Semua ada, terbaca jelas di kata-kata mu. Setiap pilihan diksi yang kau buat.
Maaf, aku tak bilang. Maaf aku tak izin. Menggandakan karya mu yang mungkin adalah milik pribadi, bahkan aku sendiri tak harusnya tahu.
Tak tertahan air mata ketika membaca, memahami setiap kata, kalimat, yang kau curahkan. Bukan seorang penyair, tapi maknanya sangat tersirat ketika telah mengenalmu.

Terkadang memahami mu itu sulit. Menanyaimu adalah sia-sia. Dan memaksamu adalah salah.

Hanya satu-satunya cara, untuk aku tahu, menanyai keadaan. Mengobrak-abrik apa yang ada di belakangmu, dan berusaha memahaminya. Dan kamu tahu, itu bukan hal yang mudah.

Seringkali melankolis, tapi syahdu.

Enam bulan dan tidak akan berhenti di sini.
Kamu, yang sudah jadi bagian dari setiap detik hidup.
Apa yang di bawa waktu sebenarnya? Mengapa durasi yang ia beri hanya sedikit, namun sepertinya kita telah dipertemukan sejak satu abad sebelumnya. Apa mungkin kita memang pernah bertemu di suatu ruang waktu? Atau memang kamu yang selalu datang saat ku tidur, namun tak sadar ku?
Namun satu, yang aku yakini jawaban itu. Ya, waktu berbisik beberapa bulan yang lalu. Berkata bahwa, ini adalah hadiah dari Tuhan, yang seringkali aku pinta dalam doa ku.
Jika benar itu, maka Tuhan telah bekerja dengan sangat luar biasa.
Yang Dia hadirkan adalah seorang …

Maaf, aku tidak bisa berkata-kata. Aku tidak tahu harus mengibaratkan kamu seperti apa.
Wahai Tuhan, sungguh sempurna makhluk-Mu ini.

Tuhan, jika memang benar dia adalah jawaban dari pinta ku selama ini, maka jaga-Lah rajutan kita. Hingga akhir hayat. Jangan lupa sertakan bahagia dunia akhirat-Mu di tengah-tengah rajutannya, Tuhan.

Kamu, yang selalu mengajakku meminta dan berterimakasih pada-Nya.
Kamu, yang selalu menatapku dengan banyak misteri tapi pasti.
Kamu, yang bisa membuat air mata bahagia ku.
Kamu, yang selalu menggenggam erat tangan ku, lalu memejamkan mata, bersama menyebut nama-Nya, hati kita bersuara lantang, menyeru-meminta-berterimakasih pada-Nya. Bersama.
Kamu, yang selalu pintar membujuk tawa ku, untuk membuang sombongnya
Kamu, yang selalu mengajari ku arti sebuah kesederhanaan, bukan bahagia itu sederhana, tapi sederhana itu bahagia
Kamu, yang selalu membawa ketenangan tanpa henti, meskipun terkadang tenang mu itu juga menjengkelkan
Kamu, yang mungkin saat aku menulis ini, akan menertawai ku. Karena derasnya hujan dari mata yang tidak bisa berhenti.
Kamu, …

Kamu, tahu?





Aku rindu.




Sudah pukul 3 pagi, and it’s December 1, 2012
  Bantal bau itu telah menanti ku


Happy 6-month-anniv dear, ASR.
I love you

Sabtu, 20 Oktober 2012

Pagi dan Lelaki Mati

Sebuah animasi yang dibuat oleh anak bangsa.
Inspiratornya adalah seorang dosen, sekaligus penulis, pembicara, dan penerima banyak penghargaan di bidang komunikasi. Noviana Kusumawardhani. 

Diambil dari bukunya yang berjudul "Lelaki yang Membelah Bulan" dan cerpen "Sebuah Pagi dan Seorang Lelaki Mati" di dalamnya.
Video by Andrery Pratama

Full version bisa dilihat di sini : http://vimeo.com/andreypratama/moriendo

"Work hard play hard, dear." - I said .

Senin, 13 Agustus 2012

Somehow I miss this thing

Yea, after 9 months ago, I decided to stop doing it, sucking-tobacco-thing. If you know, it's a hard thing to do. So many harassment that call me over and over again. 

I quit. Yes, for forever.

But I still remember how the taste is. It gives me the real treat. 
And because I like the pics which take the women with the smoke, so I post this. 






There are just so many photos I'd like to upload. But I choose the best of 'em.
xx

Selasa, 17 Juli 2012

Payung Teduh

Akhir-akhir ini seneng sama band indie satu ini.

Payung Teduh


Yang bener-bener bikin teduh ati dengerinnya. 


Payung Teduh terbentuk pada akhir 2007 dengan formasi awal Is dan Comi, sadar akan eksplorasi bunyi dan performa panggung pada tahun 2008 Payung teduh mengajak Cito untuk bergabung bersama sebagai drummer lalu mengajak Ivan sebagai guitalele player pada tahun 2010. Angin Pujaan Hujan ialah lagu pertama yang memunculkan warna mereka sendiri. Seiring berjalannya waktu tercipta pula lagu-lagu lainnya seperti Kucari Kamu, Amy, Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan, juga termasuk karya-karya dari pementasan teater bersama Catur Ari Wibowo seperti Resah, Cerita Tentang Gunung dan Laut, serta karya Amalia Puri yang berjudul Tidurlah danMalam. Dan pada akhirnya Payung Teduh memutuskan untuk membuat album indie pertamanya yang dirilis dipenghujung 2010.

Musik yang dimainkan oleh Payung Teduh  tidak memiliki batasan tersendiri,  musik yang dimainkan oleh Payung Teduh yaitu musik Payung Teduh itu sendiri. Pada album pertama ini bisa dibilang karakter musik yang dibawakan seperti musik di era golden 60’s dengan  balutan keroncong dan jazz. Dan jika ditanya jenis musik apa yang diusung oleh Payung Teduh, maka Payung Teduh menyerahkan sepenuhnya kepada pendengar. Dalam pengertian bahwa payung teduh tidak akan hanya berhenti di satu gendre tertentu, namun yang pasti tetap bermusik dengan ciri yang sudah mereka miliki. (rahmifitritara )

Lagu yang sedang on repeat adalah Rahasia , disini PT berduet dengan seorang blogger dan penulis Rahne Putri. I love the lyrics so much! And I love all of their musics, everything goes calm when it's played.

MySpace Payung Teduh
Blog Payung Teduh
Facebook Payung Teduh





this is the album cover

Jumat, 13 Juli 2012

Retoris

Semuanya berkecamuk, bersaing, saling adu di pikiranku. Meledak-ledak, ingin tertuangkan lebih dulu di halaman berikutnya.

It’s all about relationship (again). Ketika sebuah hubungan tidak lagi dipermainkan, atau dijadikan ajang coba-coba. Ketika usia sudah mencapai pangkal kematangan. Dan akhirnya aku bisa melihat bahwa ‘the real life has just begun’.

Kedewasaan dalam berfikir, berkata, dan bertindak dituntut untuk menjadi bijaksana. Selalu berhubungan dengan pemikiran; ‘bagaimana aku nanti’ atau ‘bagaimana kamu nanti’ atau ‘bagaimana kita nanti’. Sebuah pertanyaan retoris, dan hanya dia, waktu, yang bisa menjawabnya.

Sembari berfikir, dan selalu muncul angan-angan diselanya. Semuanya akan terlihat indah disana, memandang ke atas, membayangkan apa yang akan terjadi besok. Seolah kita adalah Tuhan, yang mengatur semuanya sesuai kehendak. Seolah kita adalah satu-satunya Adam dan Hawa yang Dia ciptaKan.

Tapi selalu ada kekhawatiran, yang membisikkan halusnya benang kusut itu diantara angan. Mengingatkan kita, akankah semuanya berjalan sesuai dengan keinginan. Akankah semua bisa siap untuk melihat kenyataan nantinya, apabila doa-doa kita telah dikabulkan.

Retoris.

Masih belum bisa, menghilangkan ketakutan. Walaupun aku tahu tangan Tuhan sedang menggenggam hati. Tak jarang air mata lah yang berperan di sini, menetralkan lagi suasana yang gusar karena rasa takut yang enggan pergi.


Seekor Kelinci yang sedang mempersiapkan diri sebelum dia ditinggalkan sang kekasih, Beruang, untuk hibernasinya. Menunggu dia terbangun, sembari menata hati.”

Jumat, 29 Juni 2012

Tidak tahu, angin membawa kabar apa malam ini. Wajahnya pun tak bisa ku lihat. Sepertinya angin hanya merindukan ku lewat dinginnya. Terjemahkanlah semua pintanya lewat lagu ini. 
Seringan Awan
by Homogenic

Di sini semua berawal
Walau seribu tanya bicara
Terbungkam oleh pesona
Tanpa arah, semakin jauh ku bertahan

Haruskah ku hilang, tanpa pesan
Akankan ku rindu, semua kesan

Sentuhlah hatiku, rasakannya berbeda
Rengkuhlah pikirku, bawaku ke duniamu
Dengarlah harapku, akankah kau mengerti
Bila hadirmu buat hatiku, seringan awan


Di sini semua terungkap
Walau nyata enggan berkata
Terbungkam oleh prahara
Tanpa arah, semakin jauh ku bertahan


Haruskah ku hilang, tanpa pesan
Akankan ku rindu, semua kesan


Sentuhlah hatiku, rasakannya berbeda
Rengkuhlah pikirku, bawaku ke duniamu
Dengarlah harapku, akankah kau mengerti
Bila hadirmu buat hatiku, seringan awan


Sentuhlah hatiku, rasakannya berbeda
Rengkuhlah pikirku, bawaku ke duniamu
Dengarlah harapku, akankah kau mengerti
Bila hadirmu buat hatiku, seringan awan 

Senin, 18 Juni 2012

One Big Step



Everything goes different.
Everything has changed.

24 November, awal dari sebuah perubahan besar, terucap kata-kata bermakna, namun sedikit teroles emosi sesaat. Sebuah kedai kopi, yang menjadi saksi bagaimana kita mencari jalan keluar, mencari kata-kata yang tepat, untuk mencerminkan apa yang dirasa, apa yang dituntut, dan apa yang perlu dikoreksi. Kesalahan satu kata akan merubah segalanya.

Berhati-hati memilih dan memilah, bermain ekspresi, mengutak-atik pola pikir, dan menyeimbangkannnya dengan tingkat emosi. Menyusunnya, namun terdapat sedikit ikut campur oleh otak kecil di bawah sadar.

Hingga pada akhirnya, terlontar sudah keputusan, yang menurut ku adalah sebuah win-win solution. Sedangkan  lawan bicara ku saat itu adalah orang yang sangat keras kepala, tak mempercayai sebuah win-win solution itu benar-benar ada. Sangat berat, sepertinya nafas ku berhenti sesaat ketika semuanya hendak terucap. Air mata tak bisa terbendung.

Keheranan muncul,  entah mengapa keputusan-satu-sisi ini mengagetkan kedua belah pihak. Apakah pemikiran yang kurang matang atau perundingan sang otak dan sang hati yang tidak menemukan titik terang?

Konflik bermunculan. Tak henti-hentinya. Mengorbankan orang-orang di sekitar. Konspirasi mulai disusun. Sedangkan diriku yang polos, hanya menerima kenyataan. Berharap pada sebuah bayangan abstrak, dengan waktu yang sangat infiniti.

Menunggu sesuatu yang sangat tak pasti, dengan berbagai batu karang yang menghadang di jalan.

Tiba saatnya, yang biasa mereka sebut klimax, meniupkan anginnya. Ketika hati sudah terlalu banyak menahan luka, tak bisa menahan lagi beban yang dipikul, meledak lah, lalu bersua kepada sang otak, berdamai untuk bekerja sama keluar dari hal yang sangat tidak pasti ini. Sudah berapa banyak telinga, mulut, air mata, logika, perasaan,nafsu, emosi, dan hati yang menjadi korban, atas konspirasi yang telah dia buat.

Apalagi setelah semuanya telah lepas. Hilang semua notasi yang biasa menghiasi kata-kata kita, walaupun sudah tidak lagi terikat. Komunikasi yang telah ditiadakan dengan sengaja, kebohongan-kebohongan yang mulai mencuat hanya demi harga diri, ataupun pembelaan di mata khalayak.

Terima kasih ku kepada mereka, karenanya aku bisa berpikir kembali, tentang sang hati yang telah terlalu menderita sakit karena keegoisannya, berkata sanggup dikala dia tak mampu. Sang logika mengetuk pintu hati, memasuki dengan penuh sopan dengan langkah kecilnya. Dia berbisik kepada hati yang sudah memegang pisau menuju nadinya, “coba pikirkan wahai Hati, apakah selama ini yang telah kau lakukan benar? Apakah kamu benar-benar mampu? Apakah kau yakin, semua yang telah kau lakukan ini akan mendapatkan balasan yang setimpal oleh dia yang kau harapkan? Apakah kamu sanggup menerima kenyataan, apabila nantinya semua itu salah? Apa yang akan kau lakukan setelah ini? Coba pikirkan wahai Hati...”

Sang hati terdiam, butuh waktu berhari-hari dia menjawab.

Hingga saat itu datang, sang hati yang telah melihat kenyataan dan berunding dengan dirinya sendiri, mendatangi sang logika. Dia datang dengan wajah sangat bersinar, sepertinya dia telah menemukan harapan baru, dengan jawaban yang dia teriakan pada si logika, “YA! Aku telah melihatnya sendiri. Dan aku memutuskan untuk melangkahkan kaki ke jalan yang baru! Maaf aku telah menganggapmu tiada, dan mengabaikan semua tingkah lakumu di hadapanku. Sekarang aku benar-benar membutuhkanmu! Tolong aku. Aku sudah terlalu letih  menahan beban yang telah dia beri ke pundakku. Luka ku sudah terlalu parah, bahkan perban yang mereka beri padaku tak lagi bisa menutupnya. Tolong aku, aku hanya ingin bisa bernafas lega, biarkan tekanan itu hilang dan pergi selama-lamanya. Tolong tunjukkan jalan baru itu. Aku tak mau lagi dibutakan oleh kata-kata manis, ataupun kebohongan-kebohongan itu. Kenyataan telah menamparku keras. Dan itu membuatku sejenak tersadar. Tolong aku logika, sedikit perlihatkan kepadaku kemampuanmu melihat jalan ke depan...”

Sang logika hanya tersenyum kecil, sepertinya mengerti saat ini akan datang juga. Dia mendekap Hati, dan berkata dengan lembut, “Sebenarnya aku sudah memiliki perkiraan dan pemikiran seperti ini sejak jauh-jauh hari. Tapi kau lah yang  tetap keras kepala. Bukan maksud ku untuk mengajak kau menikung atau pun memilih jalan yang tak benar untuk keluar dari tekanan itu. Tapi aku hanya ingin menunjukkan beberapa solusi yang nantinya cepat atau pun lambat harus kau ambil. Namun, kembali lagi ke keras kepala mu yang mempertahankan posisinya, seolah dia tak tergantikan, padahal kamu tau aku sudah berkata bahwa dia sudah memiliki penggantimu, meski aku tau hatinya belum tersampaikan. Jangan salahkan pada tingkah lakunya yang menyebalkan ataupun kebohongan-kebohongannya, justru berterimakasih lah pada mereka, karena mereka lah yang memaksa pada kenyataan untuk menamparmu, sehingga tersadar dari lamunanmu selama ini. Sekarang berbaik lah kepadaku dan aku akan menuntunmu pada jalan baru, dan kau akan menemukan angin segar, serta rerumputan kebahagiaan di situ kelak. Aku juga tak mau bekerja sendirian, bantu aku juga dengan perasaanmu, kita harus bekerja sama. Agar semuanya seimbang. Mau kah kau berjanji dengan ku akan hal ini? Apabila suatu saat nanti terdapat keras kepala ku, maka aku minta kamu pahami dan ingatkan  aku. Agar tak ada penyesalan nantinya. Ingatkan juga pada sang Nafsu, untuk tak banyak ikut campur tentang masalah ini. Katakan padanya kalau kita akan memanggilnya ketika dia sedang dibutuhkan. Ya, kali ini kita akan membutuhkannya, agar kau dan aku cepat bangkit dari keterpurukan ini. Sudah, usap air matamu. “

Sang Hati bangkit menatap sang Logika, dan menyahut, “Wahai logika, ketika suatu saat nanti kita telah melangkah, dan ingatanmu kembali ke masa ini dan kemarin, aku minta kau untuk tidak menyesali apa pun dari semua ini. Tak ada yang perlu disesali sebenarnya. Semua hal baik akan menjadi kenangan, dan akan menjadi perbandingan nantinya. Sedangkan hal-hal pahit itu, jangan kau lupakan, jangan kau jadikan penyesalan. Mereka yang menjadi sebuah pelajaran bagi kita. Dan akan menjadi hipotesa pemikiran kita akan apa yang akan terjadi nantinya. Aku juga minta agar kau dan aku bisa sama-sama mengontrol aksi dia, sang emosi, lalu kita bisa tetap sejalan. Aku saip untuk bangun sekarang ...”

Setelah semua itu, gelisah, yang setiap pagi, siang, sore dan malam, datang tanpa permisi ke bilik sang Hati, tak pernah datang kembali. Walaupun terkadang sang Hati rindu. Tapi seketika sang Logika mengingatkannya.

Ini lah awal dari menghilangnya semua bayangan abstrak itu. Sang gelisah yang selalu datang beramai-ramai hanya untuk mengobrak-abrik pikiran, menginjak-injak hati, menyumbat aliran darah, memecut sang jantung, dan membuang-buang air mata kini tak lagi berani mengetuk pintu.

Thanks to God, who has made these realities become so meaningfull. :)