Jumat, 17 Oktober 2014

Sebenarnya banyak tidak setujunya, tapi entah berapa kali akhirnya harus terpaksa mengakui. Meskipun tidak semuanya berakhir dengan sama.
"Aku tidak pernah percaya, ada sebuah persahabatan yang tulus antara seorang laki-laki dan perempuan tanpa adanya embel-embel perasaan lain yang mengikutinya. Laki-laki dan perempuan tidak akan pernah bisa bersahabat. Mereka diciptakan untuk saling tertarik satu sama lain. Believe me."
Itu yang dikatakannya, Sasa Oktifa dalam salah satu bukunya. Tapi sekali lagi aku yakin tidak semuanya berakhir dengan sama. Tidak sepenuhnya benar. Believe me.
"Aku jatuh cinta sama dengan cara yang sama seperti orang tertidur: perlahan-lahan lalu mendadak." - The Fault in Our Stars

Minggu, 27 Juli 2014

the unseen

Sudah berapa daftar harus di lewatkan, scroll ke bawah dan terus mencari sesuatu yang mungkin akan menginspirasi. Tentang apa siapa. Kali ini sedikit memaksakan passion karena takut kehilangan kesempatan seperti ini lagi. Untuk menuliskan tentang ini.

Ada yang aneh.
Sudah sedikit jelas arahnya, sangat jelas sosoknnya, namun satu yang disayangkan. Dan terus menghantui logika ini.

Mengapa?
Mengapa harus sekarang?
Mengapa tidak sedari dulu?
Mengapa tidak saat itu?
Mengapa,

Telusuri aku
Atau aku yang akan memaksa menelusurimu nanti
Kalau memang bukan berniat untuk sebuah permainan
Teka-teki seorang lelaki atau aku memang gagal untuk pahami

Jangan sampai jadi tinggi hati,
sebuah peringatan diri setiap temui tanda-tandanya

Hampir sempurna kalau aku boleh berkata
Melihat sosoknya
Banyak, banyak sekali yang ingin dikatakan
Membahas menuliskannya 
berulang kali
Tentang, semua sifat sikap dan semua pertanda yang nyata
Yang sudah membuat besar kepala

Tapi, lagi-lagi entah...
Apapun, setidaknya tidak saling membohongi hati


Futuristik

Akhirnya membuka kembali situs ini. Setelah sekian lama gagal dalam membuat sepatah dua patah kata secara berkala. Bukan gagal, sengaja mengurungkan niat lebih tepatnya. Sebuah megaproyek mahasiswa, di akhir tahunnya menjalankan kewajibannya. 

Alhamdulillah, telah diberi kekuatan kesabaran dan keikhlasan dalam prosesnya. Serta hasil yang sangat memuaskan.

Entah harus kemana setelah ini.
Suara-suara yang mengaku jadi rekomendasi, tapi tak tahu apa yang pasti. Membujuk menyarankan mengajak, ke banyak jalan menuju Roma. 
Namun, Roma sendiri saya tak mengerti di mana letaknya. Belum begitu terlihat jelas, hanya saja ada sesuatu yang pasti di dalam. Yang tak usah ditanya pun saya akan mengejarnya.
Sesuatu yang tinggi, tapi indah.

Selalu berkelahi di dalam, tapi tak tahu kapan harus dijejali. Pikiran rasanya belum berhenti meledak-ledak. Masa depan, dan yang lebih jauh di depan sana.

Menjadi dewasa sungguh benar-benar tak gampang.
Tapi apa ingin selalu lari dari kenyataan, kalau menjadi dewasa itu adalah cita-cita setiap anak ketika kecilnya. Munafik sekali bukan, kalau sekarang ingin menjadi dahulu, dan dahulu ingin menjadi sekarang, namun selalu kecewanya. Apa harus memutar kembali pikiran ke belakang, apa yang sudah dilalui, apa yang seharusnya tidak dijejaki, lalu jadi gusar setiap akan melangkah lagi? Apa harus mendengar kata hati setiap kali dia berkata 'mengapa'? Apa yang harus dilakukan setelahnya? Apa yang sudah dimiliki, mereka yang masih menyemangati, bahkan mencerca tapi tidak berhenti, memberikan sesuatu yang menjanjikan kelak hari? Apa yang diinginkan sama dengan apa yang Dia inginKan?

Mungkin untuk melanjutkan tulisan ini pun tak tahu lagi.

Hanya berharap sesuatu yang pasti. Yang selalu dijejali kata bahagia di setiap akhir prosesnya. Yang disertai orang-orang terbaik dalam langkahnya. Dan yang selalu diizinKan oleh-Nya dalam setiap keputusannya.


I do believe in Happy Ending
God's the only reason I have

Selasa, 29 April 2014

Anger

Baru saja membangun sesuatu di dalam kepala
Baru saja menemukan semangat baru
Baru saja pergi dari penat dan datang ke gudang inspirasi
Sedang malas, jenug, dan staknasi tak datang lagi

Lalu diundang kembali
Tidak stabil
Tidak pernah stabil

Berhati-hati dalam berkata
Berhati-hati menggunakan hati
Berhati-hati menyusun alasan namun bukan palsu
Hanya mengurutkan runtutan kejadian
Agar semua bisa kenyang dimakannya, logika

Kesalahan terbesar adalah
Mengambil keputusan ketika dia datang bergerombol, emosi
Kesalahan terbesar tapi sulit dihindati adalah
Membiatkan dia bermain dengan lengah
Lengahnya logika dan hati
Biar membaur tapi berfotosintesa tanpa izin
Membawa akibat buruknya di setiap penampangnya
Mungkin ribuan, atau lebih jumlahnya

Apa sekarang?
Penyesalan atau harus menata hati lagi?
Atau memungut pecahan belingnya
Jangan sampai menggores nadi terlalu dalam
Biar tersendat sejenak,
Namanya yang selalu meledak-ledak di kepalaku
Biar tersedak sejenak,
Tentangnya yang sedang ditawar limfa

Mencari udara segar
Biar mengalir lagi seperti adabya
Tapi tak tahu harus memulai lagi darimana
Pikirannya hilang,
Tersesat berputar di ranjangnya
Perasaan tenggelam,
Tak sadar masa jenisnya jauh lebih besar

Pikiran itu memang sempit
Pikiran memang selalu mempersempit kemungkinan
Biar apa yang disangkanya dan tak disabgkanya
Tidak ditelan mentah-mentah oleh rasanya
Tapi pikiran terkadang melewatkan satu kekecewaan



The room, seemed to freeze in time
My table started to be harden too
The piano's down the corner
Ready to be broken by the tuts-eater
And I dont need any mirror right now
Because I know, even ugly cant describe me anymore


April 28th - 23.16

Jumat, 11 April 2014


"Apa lagi yang kau ingkarkan dari pertemuan yang selalu dicumbu dengan rindunya?"

Sabtu, 08 Februari 2014

Terlalu Dini

Kali ini seutuh puisi dari Rahne Putri. Salah satu penulis favorit saya. Pemilihan diksi dan caranya menghidupkan ekspresi dengan tepat, dapat menhidupkan kembali ambigu yang selama ini jadi debu.

Terlalu Dini

 Terlalu dini untuk sakit hati.
Ada cerita yang belum siap patah lagi.
Ada malam yang terus menolak sepi

Terlalu dini untuk tersesat lagi.
Ada langkah yang lelah mencari
Ada nafas yang terengah dan menggema di sanubari

Terlalu dini untuk kehilangan kamu.
Ada damba yang tak ingin lepas
Ada rindu yang tak ingin kandas

Ah tapi saat kamu pergi, aku juga diam.
Ada pinta yang tak menjadi kata menisankan diri.
Hanya harap, kamu berbalik dan kembali, dalam hati.

Diam memenjarakanku.

Ketakutan menyergap kepalaku. 

Bagaimana cara bertemu kamu?
Harus berjalan atau berlari? 
Aku takut kamu terlewat
dan aku mencarimu lagi…… sendiri. 

Di Beranda


Oh Ibu tenang sudah
Luka seka air matamu
Sembab mu lalu dilihat tetangga

Oh Ayah mengertilah rindu ini
Tak terbelenggu
Lara ku setiap teringat peluknya

Oh...

Kini kamarnya teratur rapi
Ribut suaranya tak ada lagi
Tak usah kau cari tiap pagi

Dan jika suatu saat buah hatiku buah hatimu
Untuk sementara waktu pergi...
Usahlah kau pertanyakan kemana kakinya kan melangkah
Kita berdua tahu
Dia pasti, pulang ke rumah
(pulang ke rumah)

Kini kamarnya teratur rapi
Ribut suaranya tak ada lagi
Tak usah kau cari tiap pagi

Dan jika suatu saat buah hatiku buah hatimu
Untuk sementara waktu pergi...
Usahlah kau pertanyakan kemana kakinya kan melangkah
Kita berdua tahu
Dia pasti, 

Dan jika suatu saat buah hatiku buah hatimu
Untuk sementara waktu pergi...
Usahlah kau pertanyakan kemana kakinya kan melangkah
Kita berdua tahu
Dia pasti, pulang ke rumah
(pulang ke rumah)

- Banda Neira -


Minggu, 19 Januari 2014

" Tuhan, jadikan kami yang terakhir
Satu tanpa layu "

Kamis, 16 Januari 2014

"Bahkan kamu masih bisa membuat luka seka bekas tangis. Sembab gegara lara."

Sabtu, 11 Januari 2014

"Kenyataan itu getir sekali. Coba lihat sorot matamu."

Jadi masa 'lali'



Hampir dua tahun yang lalu, sebelum tubuhku membiru. Sebelum hamparan embun jadi derasnya hujan. Sebelum kesederhanaan menjadi idealisme. Tepatnya sebelum sepasang manusia mengakhiri segalanya...

Masih banyak yang belum terucap. Entah darimana kau akan tahu. Merpatimu pun sudah hilang arah akan tujuanku. Bersiul bahkan membisikkan tepat di telingamu saja mungkin sudah tak bisa lagi.

Bukan berkesudahan tanpa alasan.
Masa sulit itu, bertubi-tubi menyebar hitamnya dan aku hanya bisa berdiri di ujung, demi secerca harapannya. Dugaan akan masa ini memang benar. Di mana aku sekarang, di mana kau sekarang.

Sepertinya akan sulit kalau harus menjabarkannya terlalu detail di sini. Apa masih bisa aku tuliskan tepat di hatimu, dan pikiranmu tanpa harus mengucap kata. Ah, bodohnya aku. Bahkan menggerakkan bibir pun kau sudah larang aku. Hanya membuang waktu terdiam dan kau lihat air mataku, yang sebenarnya masih banyak terjebak, tak bisa mengalir ketika kau di hadap ku. Apa kau juga begitu?

Entah.
Banyak sekali, yang berkecamuk, mengamuk di otakku.
Berharap suatu hari nanti, ketika mereka meledak. Dan kau mampu meredamnya.
Tinggal menunggu sang waktu saja, dia sedang bermain api kali ini.
Dan sungguh, itu tidak menyenangkan sama sekali.

Komunikasi. Perasaan. Saling menghargai.
Mereka perlahan berjalan menuju ke ketidakpastian
Dengan hangatnya mereka disambut dengan waktu
Berjejal dengan sepakat di otakku, lalu menyatukan suara
Terucaplah kata itu

Harus suka atau tidak
Waktu sangat pintar berkompromi dengan semua
Bahkan dengan dia, yang telah membawaku di tubuhnya 21 tahun lalu
Dengan mereka yang selalu bergurau bersama ku dan buah hati mereka

Kau tahu?
Untuk kedua kalinya aku remuk karena hal seperti ini
atas campur tangan mereka.
Mengetahui apa yang sebenarnya ada di pikiran mereka
Tentang kita

Lalu mengapa harus sekarang?!
Mengapa tak diucap saja ketika belum merekah merah cintanya?!
Mengapa tak menjadi tegas bersahaja seperti biasanya?!
Mengapa harus sekarang?!


Lengkap sudah aku diremah-NyaHancur, tak sisakan bijihnya
Kau pasti tahu,
bagaimana rasanya diterbangkan tinggi sampai berhenti di langit ke enam
sedikit lagi menuju ke tujuhnya
mengambil nafas dan lagi untuk memantapkan hati
dan seketika dijatuhkan namun patahkan sayap-sayapnya dahulu
jatuh
pecah
menyerpih
lalu terbawa angin
hingga tak menyisakan jejak
bahkan entah kemana angin membawanya

Terima kasih untuk semuanya.
Untuk menjadi angin yang membawa hilang serpihannya
Bukan masa lalu yang pantas dikenang, namun masa lali yang memang pantas dilupakan
Tiup lebih kencang kalau serpihan itu datang berserakan
Turunkan hujannya biar menyatu dengan debu
lalu layu
Semoga tidak dengan kamu


Jika di setiap ritualku sudah terucap namamu
Yang selalu terselip setelah permintaan untuk karir ku
Jika pinta yang memang kubuat sedikit memaksa
Tak pernah absen dari khidmat ku
Lalu,
apa aku harus belajar bijak
mengerti jawaban dari-Nya?

Atau pura-pura menerimanya, dan kembalikan pada waktu
Menunggunya untuk dimintai pertanggung jawaban atas semua ini

Please understand me
It's not such that easy way
It's not as pure as you read from my words
Just read where the words come from
Where I should put you yesterday, today, and tomorrow
...if it is not going like this...


Forgive me.
"Seperti jangka. 
Aku mengitarimu dengan doa dan rindu sebagai pusatnya." - RP